Marmuth

salju

Petir

Minggu, 26 Juni 2016

KESAKSIAN ORANG YANG PERNAH BERTEMU DENGAN NABI KHIDIR AS

KESAKSIAN ORANG YANG PERNAH BERTEMU DENGAN NABI KHIDIR AS Hingga sekarang tidak ada yang tahu pasti siapa sebenarnya Khidir. Sosok manusia suci ini masih menjadi perdebatan, dia seorang Nabi atau Waliyullah. Tetapi mengapa Allah SWT menyuruh Nabi Musa AS untuk berguru kepadanya. Dan mengapa juga Allah SWT memerintah Khidir untuk berguru kepada Abu Hanifah. Bahkan ada suatu legenda menarik dalam kalangan masyarakat Jawa, bahwa Lakon Wayang Dewa Ruci tak lain adalah pertemuan antara Sunan Kalijaga dengan Nabi Khidir di tengah samudera. Konon Khidir masih hidup hingga akhir zaman nanti. Dinamakan khidir (hijau) karena dimana dia berada maka tempat disekitarnya menjadi hijau. (Ibnu Asakir dari Mujahid). Dan apabila khidir duduk diatas jerami yang sudah kering, maka jerami itu akan berubah menjadi hijau kembali. (HR. Imam Bukhari). Khidir adalah nama seorang anak cucu Adam AS yang taat beribadah kepada Allah SWT dan ditangguhkan ajalnya. (Riwayat Ibnu Abbas). Berikut ini akan kami ketengahkan beberapa kesaksian orang-orang yang pernah bertemu dengan Nabi Khidir AS, dan kami sarikan dari beberapa sumber terpilih: Rasulullah SAW Ketika Rasulullah SAW sedang berada di dalam masjid, beliau mendengar orang berkata: “Ya Allah SWT, tolonglah aku atas apa yang bisa menyelamatkan aku dari apa yang paling aku takuti.” Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Mengapa orang itu tidak menyertakan pasangan do’anya ini; Ya Allah SWT, berilah kepadaku kerinduan orang-orang shaleh yang paling mereka rindukan.” Kemudian Rasulullah SAW menyuruh sahabat Anas untuk mengatakan apa yang dikatakan itu kepada orang tersebut. Setelah Anas menyampaikan kepadanya, orang itu berkata: “Ya Anas, katakan kepada Rasulullah SAW bahwa Allah SWT telah memberi kelebihan karunia kepadanya diatas para Nabi seperti kelebihan kepada umatnya diatas umat para Nabi, seperti kelebihan bulan Ramadhan atas bulan-bulan lainnya, dan memberi kelebihan hari Jum’at atas hari-hari yang lainnya. Lalu orang itu berdo’a: “Ya Allah SWT, jadikanlah aku termasuk golongan umat yang dimuliakan ini.” Orang tersebut adalah Khidir, kata Anas. (Riwayat Ibnu Addi dalam Al Kamil). Abu Bakar As Shiddiq Pada waktu wafatnya Rasulullah SAW, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki berjenggot lebat dan bertubuh tegap masuk kedalam lalu dia menundukkan kepalanya sambil mencucurkan air mata. Kemudian dia segera menemui para sahabat Nabi yang ada disana dan berkata: “Sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan balasan pada setiap musibah, pengganti pada setiap yang hilang dan khalifah pada setiap yang tiada. Maka kembalikanlah segalanya kepada Allah SWT dan berharaplah kepada-Nya. Allah SWT telah mempersiapkan segalanya untuk kalian dan ketahuilah bahwasannya yang ditimpa musibah adalah orang yang tidak terpaksa.” Lalu orang itu pergi, dan para sahabat saling bertanya siapakah gerangan orang terserbut, lalu Abu Bakar segera menjawab: “Dia adalah Khidir saudara Rasulullah SAW.” (Riwayat Baihaqi dari Anas bin Malik). Umar bin Khattab Pada waktu Umar akan menshalatkan mayit, tiba-tiba terdengar suara berbisik dari belakang “Tunggu saya, wahai Umar”. Maka Umar menunggu dia hingga dia masuk kedalam shaf dan mulai bertakbir. Dalam do’anya Umar berkata: “Jika Engkau mengadzabnya berarti dia durhaka kepada-Mu, tetapi jika Engkau mengampuni dia, maka sesungguhnya dia sangat membutuhkan rahmat-Mu, Ya allah SWT.” Setelah mayat dikuburkan, seorang laki-laki memperbaiki tanah kuburannya sambil berkata “Beruntunglah kamu wahai penghuni kubur, jika kamu tidak menjadi orang yang mengaku, menyimpan atau menentukan.” Umar berkata “Bawalah orang itu kemari, akan kutanyakan tentang shalatnya dan pembicaraannya itu.” Maka seorang laki-laki pergi mencarinya, tetapi orang itu sudah tidak ada, kecuali hanya bekas telapak kakinya di tanah yang besarnya kira-kira satu hasta. Lalu Umar berkata “Demi Allah SWT, dia itu Khidir yang pernah diceritakan Rasulullah SAW kepadaku.” (Riwayat Muhammad bin Munkadir). Ali bin Abi Thalib Pada waktu aku sedang melakukan thawaf, tiba-tiba kulihat seorang laki-laki sedang bergantung pada kelambu Ka’bah sambil berdoa: “Ya Allah SWT, yang tidak direpotkan oleh sebutan-sebutan yang elok dan tidak disilapkan oleh permintaan- permintaan yang banyak dan tidak disibukkan oleh pengaduan-pengaduan yang bertubi-tubi, dicicipilah aku dengan dinginnya ampunan-Mu, dan manisnya rahmat-Mu.” Ali berkata: “Wahai hamba Allah SWT, ulangilah perkataanmu itu?” Kata orang itu: “Apakah anda mendengarnya.” Ali menjawab: “Ya.” Lalu orang itu berkata: “Demi Khidir yang jiwanya dalam genggaman-Nya, siapa-siapa orang yang mengucapkan do’a itu pada setiap selesai shalat fardhu maka pasti dia akan mendapatkan ampunan dosa-dosanya dari Allah SWT, sekalipun dosa-dosanya itu laksana bilangan pasir dan seperti butir-butir air hujan atau bagaikan banyaknya daun-daun pepohonan.” (Riwayat Al Khathib dalam tarikh Bagdad dari Sufyan At Tsauri). Al Walid bin Abdil Malik bin Marwan Al Walid bin Abdil Malik bin Marwan adalah pendiri masjid Jami’ Damsyiq. Pada suatu malam dia hendak melakukan ibadah di dalam masjid, dan dia minta kepada semua yang biasa bangun malam untuk membiarkan dia sendirian melakukan ibadah tanpa ditemani mereka. Pada tengah malam dia datang ke masjid melalui pintu samping. Tiba-tiba dia melihat seorang laki-laki sedang bershalat diantara pintu Sa’at dan pintu Khadlra’. Al Walib berkata: “Bukankah aku telah menyuruh kalian agar aku tidak ditemani, dan membiarkan aku sendirian di dalam masjid?” Mereka menjawab: “Ya Amirul Mukminin, dia itu Khidir yang selalu datang bershalat disini setiap malam.” (Riwayat Ibnu Asakir dalam Tarikh Damsyiq). Ibrahim At Taimy Ibrahim At Taimy seringkali melihat dan berkumpul dengan Khidir. Dia berkata: “Bahwasannya saya pernah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda kepadaku: “Segala riwayat tentang Khidir itu adalah benar karena dia adalah paling alimnya penduduk bumi ini, dan tokoh pengganti (Wali Abdal) dan dia termasuk tentara Allah SWT (Jundullah) yang dipersiapkan.” (Riwayat Ibnu Asakir dalam Tarikh Bagdad). Umar bin Abdil Aziz Aku melihat seseorang berjalan bersama Umar bin Abdil Aziz, sambil menggandeng tangannya. Dalam hati aku bertanya, barangkali orang ini kurang normal. Setelah dia selesai bersembahyang, aku bertanya kepadanya: “Siapakah gerangan orang yang menggandeng tanganmu, Ya Amirul Mukminin?” Dia bertanya: “Apakah kamu melihatnya?” Ku jawab: “Ya.” Dia berkata: “Dia itu Khidir, tidak kulihat orang seshalih dia. Dia yang selalu menghimbau aku agar aku bersikap bijak dan adil.” (Riwayat Abu Nuaim, dalam Al Hilyah, dan Abi Sufyan dari Sirri bin Yahya dari Ribah bin Ubaidillah). Ibrahim Al Khawash Dalam perjalananku, aku merasa sangat haus sehingga aku terjatuh pingsan tak sadarkan diri. Tiba-tiba aku merasakan ada percikan air pada wajahku. Setelah ku buka mataku, kulihat seorang pemuda tampan menunggang seekor kuda, berpakaian hijau dan memakai sorban berwarna kuning memberi minum kepadaku, sambil berkata kepadaku: “Naiklah dibelakangku.” Tidak seberapa lama dari itu, aku sudah sampai di Madinah. Dia berkata kepadaku: “Turunlah, dan sampaikan salamku kepada Rasulullah SAW. Katakanlah kepada beliau bahwa Khidir menyampaikan salam.” (Riwayat Nabhani dalam kitab Jami’ Karamatil Auliya). Bisyir Al Hafi Aku mempunyai sebuah kamar khusus untuk tempat ibadahku. Aku keluar dan mengunci pintunya sedangkan kunci ada di tanganku. Setelah aku kembali, tiba-tiba kulihat seorang laki-laki sedang bersembahyang di dalam, lalu dia berkata: “Jangan takut, aku ini saudaramu, Khidir.” Aku berkata: “Ajarilah aku sesuatu?” Dia berkata: “Bacalah Astaghfirullah min kulli syaiin, dan Astaghfirullah min kulli ‘aqdin.” (Riwayat An Nabhani dalam kitab Jami’ Karamatil Auliya). Abdul Hakim At Turmudzi Abu Bakar Al Waraq, murid dari Abdul Hakim At Turmudzi berkata: “Bahwasannya Khidir AS sering datang menjumpai gurunya pada setiap hari Ahad, dan mereka saling berbincang-bincang tentang beberapa kasus atau hal keadaan.” Al Hujuwairi selanjutnya menceritakan bahwa Abu Bakar Al Waraq berkata: “Muhammad bin Ali Al Hakim, pernah memberikan kertas kepadaku sambil berkata: “Lemparkan kertas ini kedalam laut.” Tetapi aku tidak melaksanakan perintahnya dan kertas itu kusimpan dilemari rumahku karena hatiku dihantui rasa was-was. Kemudian aku pergi mendatangi Al Hakim dan kukatakan bahwa aku sudah melemparkan kertas itu. Maka dia bertanya kepadaku: “Apa yang kamu dapatkan?” Ku jawab: “Tidak kudapati sesuatu apapun.” Katanya: “Kalau begitu, tentu kamu tidak melemparkan kertas itu. Maka kembalilah dan lemparkan kertas itu ke laut.” Kemudian aku kembali dan ku lemparkan kertas itu kedalam laut setelah rasa was-was lenyap dari perasaanku. Tiba-tiba air laut itu terbelah, dan muncullah sebuah kotak dalam keadaan terbuka. Kemudian kudekati kotak itu dan kututup, lalu aku kembali kepada Al Hakim dan menceritakan apa yang terjadi, dan dia berkata: “Nah, kalau sekarang kamu benar-benar telah melemparnya.” Aku bertanya: “Wahai guruku, apakah rahasia semua ini?” Dia menjawab: “Aku telah mengarang beberapa buku tentang Ushul dan komentarnya, tetapi sangat sulit dipahami dan tidak dimengerti. Maka Khidir meminta kepadaku naskah-naskah tersebut. Kemudian Allah SWT memerintahkan air untuk menyampaikannya kepada Khidir.” (Riwayat Al Hujawairi dalam Kasyfil Mahjub). Abdul Malik At Thabari Tajul islam Abu Saad As Sam’ani berkata: “Aku pergi menunaikan ibadah haji bersama ayahku. Setelah usai melaksanakan ibadah haji, ayahku mengajakku pergi ke rumah Abdul Malik At Thabari, katanya: “Aku dengar dari salah seorang sufi terkemuka bahwa dia pernah duduk-duduk di dalam Masjidil Haram bersama syekh Abdul Malik At Thabari. Tiba-tiba seseorang masuk dari pintu masjid an berkata kepada syekh Abdul Malik At Thabari “Apakah besok pagi kita akan pergi ke Madinah?” Syekh Abdul Malik At Thabari menjawab “Ya.” Orang-orang bertanya kepada syekh Malik siapakah laki-laki tersebut, dan dijawab oleh Syekh Malik bahwa laki-laki itu adalah Khidir AS. (Riwayat Ibnu Munawwir). Abu Bakar Al Kattani Dia adalah seorang tokoh terkemuka, seorang alim yang punya kharisma dan kuat bermujahadah. Di antara mujahadahnya yang sulit di tiru orang biasa adalah dia senantiasa dalam keadaan suci dalam satu hari satu malam, berdiam di bawah kubbah Masjidil Haram selama tiga puluh tahun dan tidak pernah tidur. Pada suatu hari, seorang laki-laki berwibawa masuk melalui pintu Abi Syaibah, lalu mendekatinya dan memberi salam kepadanya sambil berkata: “Hei Abu Bakar mengapa anda tidak pergi ke Maqam Ibrahim bersama orang-orang yang sedang mendengarkan pelajaran hadist Nabi.” Abu Bakar mengangkat kepalanya dan berkata: “Wahai guruku, kebanyakan hadist-hadist yang disampaikan mereka itu semuanya tanpa sanad, sedangkan aku dapat menjelaskan dari sini dengan sanad-sanadnya yang panjang.” Orang itu bertanya: “Dari siapa anda mendengarnya?” Abu Bakar menjawab: “Allah SWT sendiri yang mengajarkannya ke dalam hatiku.” “Coba buktikan hal itu kepadaku”, Kata orang itu. Jawab Abu Bakar: “Buktinya adalah bahwa kamu adalah Khidir AS.” (Riwayat Ibnu Munawwir). Abu Abbas Al Qasshab Ketika Syekh Abu Abbas berada di Naisabur, tiba-tiba datang seorang laki-laki kepadanya sambil berkata: “Aku ini orang asing, datang ke kota ini yang kudapati penuh dengan seruanmu, dengan jagamu dan karamatmu. Maka sekarang ini aku ingin agar kamu memperlihatkan salah satu di antara itu kepadamu.” Syekh menjawab: “Bukankah yang anda lihat ini adalah satu dari karomah? Bahwasannya Abu Qasshab mempelajari ilmu ini dari ayahnya, dan dia melihat kecerdasan otaknya maka dia dikirim ke Bagdad, lalu dipertemukan dengan Syekh As Syibli yang selanjutnya syekh As Syibli mengirimnya ke Mekkah, lalu ke Madinah, kemudian ke Baitul Maqdis dan Allah SWT mempertemukannya dengan Khidir sehingga hatinya terpaut dalam cinta kepada-Nya dan bersahabat intim dengannya hingga ia kembali lagi ke tempat ini.” (Riwayat Ibnu Munawwir). Syekh Abdul Qadir Al Jailani Pada waktu aku pertama kali memasuki kota Irak, Khidir datang menemui aku, lalu memberi isyarat kepadaku agar aku mematuhi apa yang diperintahkannya kepadaku, katanya: “Duduklah kamu di tempat ini dan jangan beranjak sedikitpun hingga aku datang kembali kemari.” Maka aku duduk di tempat itu selama tiga tahun. Pada tahun pertama, Khidir datang menjengukku dan berkata: “Teruskan saja tinggal di tempat ini sampai aku datang lagi menjengukmu disini.” Demikianlah, aku duduk diatas puing-puing reruntuhan kota Madain. Pada tahun pertama aku tidak makan kecuali rerumputan saja dan tidak pernah minum air walaupun hanya seteguk. Pada tahun kedua, aku tidak makan walaupun rerumputan, tetapi hanya minum air saja selama satu tahun. Dan pada tahun ketiga, makan, minum dan tidur dapat kutahan, dan sama sekali tidak kulakukan. Pada suatu malam dan udara sangat dingin laksana salju, aku mencoba memejamkan mataku diatas reruntuhan istana Kaisar Persia di kota itu juga. Anehnya pada malam itu aku bermimpi keluar mani sebanyak empat puluh kali, dan setiap kali bermimpi aku segera mandi wajib. Maka pada malam itu juga aku mandi wajib sebanyak empat puluh kali agar aku tetap dalam keadaan suci. Setelah mandi yang terakhir aku segera bangun dan berdiri melakukan ibadah supaya tidak tertidur lagi. (Riwayat Abu Su’ud Al Haraimi dalam Qalaid Al Jawahir). An Nuri An Nuri seringkali berkumpul bersama Khidir dan mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan olehnya. Tempat pertemuan mereka biasanya didalam masjid di pintu Faradis dalam masjid Damsyiq yang sekarang dikenal dengan kuburan Sayyidah Ruqayyah. (Riwayat Muhammad Amin Al Umari). Muhammad Syah An Naqsyabandi Seorang sahabat dekat Syah pada suatu hari bermaksud untuk menemuinya dirumahnya. Setibanya disana, ia mendapatkan Syah sedang berbincang-bincang dengan seorang laki-laki dikebunnya, tapi ia sendiri tidak mengenal siapa teman berbicara Syah tersebut. Setelah memberi salam, laki-laki itu mundur ke pinggir kebun, lalu dia bertanya kepada Syah yang dijawab: “Dia itu Khidir.” Dua atau tiga hari setelah itu, ia mendapatkan Syah sedang asyik berbicara dengan laki-laki itu lagi. Tetapi dua bulan kemudian, ia bertemu dengan laki-laki itu di pasar Bukhara. Dia tersenyum kepadanya maka ia mengucapkan salam kepadanya, lalu dia memeluknya dan menanyakan halnya. Setelah ia kembali dan memberitahukan kepada Syah, maka dikatakan kepadanya bahwa ia sebenarnya telah bertemu dengan Khidir di pasar itu. (Riwayat Al Khani dalam Al Hadaiq Alwardiyah Fi Haqaiq Ajla’ An Naqsyabandiyah). Abul Hasan Asy Syadzali Syekh Abul Hasan berkata: “Aku bertemu dengan Khidir di padang Sahara, lalu dia berkata kepadaku: “Hei Abu Hasan semoga Allah menyertai dirimu dengan kehalusan yang indah. Sesungguhnya kamu memiliki sahabat baik di rumah maupun di dalam perjalanan. (Riwayat Ibnu Atha’ dalam Lathaif Al Minan). Abu Su’ud bin Syibli Abu Su’ud sedang menyapu di madrasah gurunya yaitu Syekh Abdul Qadir Jailani. Tiba-tiba didepannya telah berdiri Khidir dan memberi salam kepadanya. Maka Abu Su’ud mengangkat kepalanya dan menjawab salamnya, kemudian ia kembali melakukan pekerjaannya dan tidak memperdulikan Khidir. Maka Khidir berkata kepadanya: “Kenapa kamu tidak memperdulikan aku seolah-olah kamu tidak mengenalku?” Jawab Abu Su’ud: “Aku kenal kepadamu, Khidir kan? Kamu tahu bahwa aku sedang sibuk berkhidmat kepada guruku.” Setelah Khidir memberitahukan hal itu kepada Syekh Abdul Qadir Jailani, dia menjawab: “Memang, dia tidak mau meninggalkan keutamaannya untuk yang lain.” (Riwayat Muhyiddin dalam Futuhat). Abu Abdillah Al Qurasyi Isteri Al Qurasyi pergi meninggalkan suaminya sendirian didalam kamar karena dia sedang sakit. Tidak jauh dia melangkahkan kakinya, tiba-tiba ia mendengar suaminya sedang berbicara dengan seseorang. Maka dia kembali dan menanyakan kepada suaminya, siapakah teman suaminya itu. Jawabnya: “Dia Khidir datang memberikan buah Zaitun kepadaku sebagai obat penyakitku ini dari tanah Nejed, tapi aku menolaknya. (Riwayat Ibnu Atha’ dalam Al Minan). Muhyiddin Ibnu Arabi dan Abul Abbas Al Arabi Ketahuilah wahai wali yang dikasihi Allah SWT, bahwasannya wali autad (pasak) adalah Khidir sahabat Musa AS. Dia diberi umur panjang sampai sekarang, dan kami mempercayai orang-orang yang pernah melihat dia serta menyepakati akan hal-ikhwalnya yang penuh keajaiban itu. Di sebuah jalan menuju rumahku, aku bertemu dengan seseorang yang tidak aku kenal. Lalu dia mengucapkan salam kepadaku sambil berkata: “Wahai Muhammad, benar Syekh Abul Abbas Al Arabi!” Kujawab: “Ya.” Setelah kuberitahukan kepada guruku, dia berkata bahwa yang kutemui di jalan itu adalah Khidir. Pernah pula pada suatu ketika aku berada di Tunis, sedang naik perahu dalam keadaan sakit perut sementara penumpang lainnya pada tidur nyenyak. Maka aku berdiri dipinggir perahu sambil melihat lautan yang luas itu. Tiba-tiba kulihat seorang dari kejauhan di bawah sorotan sinar bulan purnama, sedang menundukkan kepalanya pada permukaan air. Setelah perahu semakin dekat kepadanya, nampak dia sedang berdiri pada sebuah kakinya sedang kakinya yang kiri diangkat keatas. Anehnya kakinya itu tidak basah dengan air. Demikian pula setelah satu kakinya diangkat, nampak tidak ada air yang melekat. Setelah memberi salam kepadaku dan berbicara seperlunya dia pergi ke tepi pantai mencari tempat berlindung di bawah menara. Dia hanya memerlukan dua langkah untuk menuju ke menara itu, padahal jaraknya sekitar dua mil dari pantai. Dari bawah menara jelas suaranya kudengar sedang bertasbih kepada Allah SWT. Sesampainya di daratan kota Tunis pada malam hari, aku bertemu dengan seorang laki-laki yang bertanya kepadaku: “Bagaimana halmu semalam bersama Khidir di tengah lautan, apa yang dibicarakannya kepadamu dan apa yang kamu bicarakan kepadanya?” Tidak seberapa lama sesudah peristiwa itu, aku berjalan-jalan di tepi pantai bersama dengan temanku yang paling tidak mempercayai hal-hal yang luar biasa, atau keajaiban orang-orang shalih (wali). Ketika kami masuk ke dalam sebuah masjid untuk melakukan shalat Dzuhur, dan disana aku bertemu dengan orang yang pernah bertemu denganku di tengah laut, yang katanya bernama Khidir itu. Kemudian dia mengambil tikar di mihrab masjid dan digelar di udara setinggi tujuh hasta dari tanah. Lalu dia berdiri diatas tikar dan melakukan shalat sunnat. Aku berkata pada temanku: “Coba lihat itu bagaimana menurut pendapatmu?” Jawabnya: “Datangilah dia dan tanyakan kepadanya.” Segera kudatangi dia. Selesai dia melakukan shalat sunnat, kuucapkan salam kepadanya dan kusampaikan keherananku melihat semua yang telah kulihat paanya. Dia berkata kepadaku: “Wahai kawanku, yang kulakukan ini adalah sebagai jawaban bagi temanmu yang tidak mempercayai hal-hal di luar kebiasaan (karomah) itu.” Lalu ku tanyakan kepada temanku itu, bagaimana menurutnya sekarang, tetapi dia hanya menjawab: “Apa yang dilihat mata adalah apa yang dikatakan.” (Riwayat Ibnu Arabi dalam Al Futuhat). Demikian diantara beberapa kesaksian orang-orang yang pernah bertemu dengan Khidir. Semoga dapat menjadikan kita lebih dekat dan takwa kepada Allah SWT. Amien.